Sabtu, 22 Oktober 2011

2011, 16th July : The Day Before Birth

Saat itu, dalam perjalanan dari tempat tinggal saya di kota Bogor menuju tempat tinggal istri saya di kota Tegal. Ya, kami saat itu ( dan sampai saat membuat tulisan ini ) masih tinggal berjauhan, kami adalah pasangan baru yang menikah akhir tahun 2010 silam, istri saya tinggal disana karena masih berkewajiban untuk mengajar di salah satu Politeknik terkemuka di kota itu, dan saya yang baru saja keluar dari perusahaan tempat saya bekerja masih mengurus badan usaha yang didirikan bersama seorang teman di Bogor. Sejak menikah kami memang sudah terbiasa tinggal berjauhan, sebenarnya saat itu adalah perjalanan rutin saya kembali ke tempat istri untuk mengantarnya periksa kandungan ke dokter, hari itu adalah hari Sabtu, namun karena sang dokter berhalangan pada hari itu, istri saya berinisatif untuk periksa kandungan sehari sebelum saya datang, usia kandungannya sudah memasuki bulan ke-8 pada saat itu, akhirnya dia pergi ke dokter pada hari Jumat.

Dalam perjalanan menuju tempat istri, saya menelponnya dan bercakap - cakap, saat itu istri saya sedang berada di kantornya, dia menceritakan tentang kondisi kandungannya setelah memeriksakannya ke dokter kemarin. Menurut perkiraan dokter sebelumnya, anak kami akan lahir pada bulan Agustus. Istri saya menceritakan kalau dokter mengatakan kondisi anak kami sudah siap jika harus lahir pada hari itu, kondisi anak kami sehat, perasaan bahagia bercampur khawatir menyelimuti benak saya. Saya senang sekali akan menjadi seorang ayah, namun khawatir juga setelah dokter memperkirakan bayinya berbobot 3 Kg lebih, khawatir akan istri saya bisa melahirkan normal atau tidak, apalagi ini akan menjadi kelahiran yang pertama. Kata orang bayinya jangan gede - gede, nanti lahirnya susah, ya mau gimana lagi, mungkin dia kelebihan nutrisi hehehe.... . Di tengah - tengah percakapan kami, tiba - tiba istri saya panik, kurang lebih begini cuplikannya, istri saya berteriak "apa ni?! basah", diikuti suara gaduh teman - temannya, kemudian istri saya segera mengakhiri percakapan kami, sempat terdiam sejenak dan berpikir, ada apa dengan kandungan istri saya, jangan - jangan bayinya sudah mau keluar ( ikutan panik ).

Saya mencoba untuk tetap tenang, dan berdoa tidak ada hal buruk yang terjadi disana. Hari sudah mulai sore, seketika telepon berdering, ternyata dari ibu saya, beliau mengatakan dapat kabar dari keluarga istri bahwa istri saya sudah berada di rumah sakit, menunggu observasi dokter, tak lama kemudian keluarga istri pun menghubungi saya mengabari hal yang serupa. Saya terus berdoa, semoga istri saya baik - baik saja. Sambil menikmati perjalanan yang saat itu terkendala macet berkali - kali, karena jalur pantura sedang mengalami perbaikan, telepon berbunyi kembali, dari istri saya, saya segera mengangkat telepon dan menanyakan keadaannya. Di ujung sana terdengar suara istri saya, ceria seperti biasa, seketika mengurangi segala kekhawatiran di benak saya. "Bagaimana sayang?", dengan penuh rasa ingin tahu saya menyapanya. Sepertinya dia belum tau kalau saya sudah mendapatkan kabar bahwa dia sedang di rumah sakit, "Sekarang di ruang apa?". Makin tidak sabar saya ingin segera sampai, namun keadaan lalu lintas saat itu tidak memungkinkan, menahan saya sampai menjelang magrib.

Bersabar di tengah kemacetan yang semakin dekat justru semakin parah ~_~ , akhirnya bis memasuki terminal kota bersamaan dengan tenggelamnya matahari. Hhhh... akhirnya sampai juga, dari terminal saya langsung bergegas menuju rumah sakit, walaupuin keluarga menyarankan saya untuk mampir dulu ke rumah, namun rasa ingin bertemu ini rasanya tidak bisa ditunda lagi. Sesampainya di rumah sakit, segera saya mencari ruang kebidanan, ternyata istri saya sudah berada di ruang bersalin, ditemani kakaknya, kami pun bargantian. Senang sekali bisa bertemu istri saya lagi, dan akan menemaninya melahirkan anak kami, yang pertama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar